Definisi Empowerment Kunci efektif Empowerment Definisi Stres, Sumber Stress Pendekatan Stress
Pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu kelompok atau kapasitas
individu untuk membuat pilihan yang efektif, yaitu, untuk membuat
pilihan dan kemudian mengubah pilihan-pilihan dalam tindakan yang
diinginkan dan hasil (Alsop et al, 2006:10). (Pemberdayaan didefinisikan
sebagai nama kelompok atau individu KAPASITAS untuk membuat pilihan
Yang efektif, yaitu untuk membuat pilihan Dan kemudian mentrnsformasikan
pilihan nihil Ke Dalam, tindakan Dan REVENUES Yang diharapkan).
Pemberdayaan melibatkan perubahan kualitatif . Pengukuran numerik yang
tepat dari jenis yang digunakan untuk menangkap perubahan dalam
produksi, konsumsi dan pendapatan , tidak dapat diterapkan pada
perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pemberdayaan . Pemberdayaan
melibatkan proses yang di dilakukan oleh individu atau kelompok , yang
mengarah ke perubahan dalam tingkat kontrol yang mereka miliki atas aset
tertentu , ditambah perubahan dalam hubungan mereka dengan orang lain (
Bartlett , 2004:12 ) .
Pemberdayaan melibatkan proses. Beberapa transformasi dapat terjadi
dalam waktu beberapa jam , tapi lain waktu bertahun-tahun ( Bartlett ,
2004:12 ) .
Proses pemberdayaan berarti transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke
keadaan kontrol lebih besar atas kehidupan , nasib , dan lingkungan
seseorang. Proses ini bertujuan untuk mengubah tiga dimensi dari kondisi
sosial , yaitu , untuk membawa perubahan dalam : perasaan dan kapasitas
masyarakat , kehidupan kolektif yang mereka milik , dan praktek
profesional yang terlibat dalam situasi tersebut ( Sadan , 2004:13 ) .
Empowerment memerlukan individu bertanggungjawab dalam menyiapkan
keseluruhan tugas. Pekerja bertanggungjawab sepenuhnya dan accountable
kepada tugasan atau kuasa yang telah diserahkan kepadanya. Dalam
perkataan lain, empowerment menjurus kepada perluasan bidang kerja
terutama dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan pihak lain dalam
organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
PENGERTIAN STRESS
Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari
beberapa sudut pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress
sebagai berikut:
Dalam bahasa tekhnik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan proses tubuh
untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan
terhadap tubuh.
Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal
daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan
bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan
sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan
pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada
menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang
bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara
lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam
kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu
dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang
diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris
bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima
oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam
beranekaragam tampilan.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan
tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik
penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara konsep
stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian:
Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent
variable) menitik beratkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor.
Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan
pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami
stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
Stress sebagai respon. Stress sebagai variable tergantung (dependent
variabel) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor. Sebagai
contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani ujian berat.
Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis
(prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress itu sendiri) dan respon
fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan berkeringat dll)
Stress sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress
disini merupakan suatu proses penghubung antara stressor dan strain
dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama.
B. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STRESS.
Untuk dapat mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress sangatlah sulit, oleh karena sangat
tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang. Suatu keadaan yang
dapat menimbulkan stress pada seseorang tetapi belum tentu akan
menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain. Menurut Patton (1998)
bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan faktor
psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll.
Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll.
Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya
Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.
Kaitannya dengan tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang
menjadi penyebab stress kemungkinan besar lebih spesifik. Clark (1995)
dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat
kerja menjadi tiga kategori yaitu stressor fisik, psikofisik dan
psikologis. Selanjutnya Cartwright et. Al (1995) mencoba memilah-milah
penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok yaitu:
Faktor intrinsik pekerjaan, sangat potensial menjadi penyebab terjadinya
stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor
tersebut meliputi:
o Keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab dll)
o Stasiun kerja yang tidak ergonomis
o Kerja shift atau jam kerja yang panjang
o Perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet,
o Pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya
o Pemakaian tekhnologi baru
o Beban kerja berlebih
o Adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll
Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat
mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress
yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik. Dalam suatu
penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang
mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan
wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena penyakit
jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta mempunyai
kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.
Faktor hubungan kerja. Hubungan seperti adanya kecurigaan antar
pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan
pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja
Faktor pengembangan karier. Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress adalah:
- Ketidak pastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi
kerja dll.
- Promosi berlebihan atau kurang, promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai
dengan kemampuan individu akan menyebabkan stress bagi yang bersangkutan
atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak pernah dipromosikan sesuai
dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress.
Faktor struktur organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang
berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana kerja biasanya
berawal dari budaya organisasi dan model manajemen yang dipergunakan.
Beberapa faktor penyebabnya adalah, kurangnya pendekatan partisipatoris,
konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan
kantor, selain itu pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang
tidak tepat juga dapat menyebabkan stress
Faktor di luar pekerjaan. Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau
introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik
yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda
satu sama lain. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan
tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress
yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.
Selain faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor penyebab lainnya seperti:
Ancaman pemutusan hubungan kerja
Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan
berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Contoh kasus pengeboman
hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus ini
memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan
sector pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya
turis yang dating ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu
menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya
stress.
Perubahan politik nasional
Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan
efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan
karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja
kehilangan lowongan pekerjaan. Stress dan depresi menjadi bahasa
popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja.
Krisis ekonomi nasional
C. PENGARUH STRESS
Telah dijelaskan bahwa reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang
sangat bervariasi dan berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya.
Perbedaan reaksi disebabkan oleh beberapa faktor seperti: faktor
psikologis dan social-budaya seseorang. Mathews (1989) menjelaskan
secara spesifik tentang reaksi stress akibat kerja yaitu:
Reaksi psikologis. Stress biasanya merupakan perasaan subyektif
seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahaan (anxiety) dan depresi.
Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban
mental, kelelahan dan prilaku (arousal).
Respon social. Setelah beberapa lama mengalami kegelisahaan, depresi,
konflik dan stress di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke
dalam lingkungan keluarga dan lingkungan social.
Respon stress kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis. Bila
tubuh mengalami stress. Maka akan terjadi perubahan fisologis sebagai
jawaban atas terjadinya stress. Adapun system didalam tubuh yang
mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom,
hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan
mempengaruhi fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti system
kardiovaskuler, system gastro intestinal dan gangguan penyakit lainnya
(Wantoro, 1999)
Respon Individu. Pengaruhnya sangat tergantung dari sifat dan
kepribadian seseorang. Dalam menghadapi stress, individu dengan
kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita
ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian
ekstrofert. Seseorang dengan kepribadian fleksibel atau luwes akan
mengalami ketegangan yang lebih besar dalam suatu konflik, dibandingkan
dengan mereka yang berkepribadian rigid.
Sedangkan pengaruh stress di tempat kerja, reaksi stress dikelompokkan
menjadi dua yaitu pengaruhnya kepada individu dan organisasi kerja.
Pengaruh terhadap individu seseorang
Reaksi emosional. Dalam keadaan stress tingkat emosi seseorang sangat
tidak stabil di mana sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi
yang tidak terkontrol, curiga yang berlebihan, perasaan tidak aman dll
(Mendelson, 1990)
Reaksi perubahan kebiasaan. Dalam keadaan stress atau tertekan
seseorang dengan tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan yang
diterima yang terkadang mempengaruhi kebiasaan seseorang. Sebagai
contoh perubahan kebiasaan untuk merokok, minum-minuman keras dan
penggunaan obat-obat terlarang.
Perubahan fisiologis. Dalam keadaan stress otot-otot kepala dan leher
menjadi tegang yang menyebabkan sakit kepala, susah tidur (insomnia),
gangguan fisiologis lainnya dapat berupa hipertensi, sakit ginjal,
serangan jantung, maag, menurunnya daya tahan tubuh dll.
Pengaruh terhadap organisasi
Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang
baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja,
turnover, hubungan kerja menjadi tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan
dll.
Apapun bentuk reaksi tubuh terhadap stressor yang diterimanya akan
menimbulkan dampak negatif berupa stress yang dapat merugikan. Dan
secara pasti bahwa hampir semua orang telah mengalami stress dalam
kehidupannya. Hal terpenting adalah bagaimana kita dapat mengenali,
mencegah, mengelola dan mengendalikan stress agar kita tetap dapat
berpenampilan dan berprestasi dengan baik dalam setiap aktivitas yang
kita lakukan.
D. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STRESS AKIBAT KERJA
Berbagai faktor penyebab terjadinya stress merupakan bagian terintegrasi
dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.
Faktor terjadinya stress tersebut sangatlah komplek dan bervariasi serta
sangat sulit untuk diidentifikasi secara pasti apa yang menjadi
penyebab stress sesungguhnya. Sehingga sering kita temui bahwa
seseorang yang terkena stress biasanya tidak menyadari terhadap apa yang
sedang dialaminya.
Sauter, et a.l (1990) dikutip dari Nasional Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara
untuk mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai
berikut:
1. Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan
kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan
menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban yang terlalu ringan.
2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan
karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
4. Membantu lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga
kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan
sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman.
5. Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan
stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.
Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan
pengembangan usaha.
Dilain pihak Cartwright et al (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990)
juga memberikan cara-cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara
lebih spesifik yaitu:
- Redesain tugas-tugas pekerjaan
- Redesain lingkungan kerja
- Menerapkan waktu kerja yang fleksibel
- Menerapkan manajemen partisipatoris
- Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier
- Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals)
- Mendukung aktivitas social
- Membangun tim kerja yang kompak
- Menetapkan kebijakan ketenaga kerjaan yang adil
Selain cara-cara tersebut di atas, tentunya masih banyak strategi lain
yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi terjadinya stress,
khususnya stress yang menyangkut pekerjaan. Namun demikian secara
ringkas langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya
stress adalah sebagai berikuta;
Menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
memposisikan pekerja pada posisi yang seharusnya (the right man on the right place)
Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya.
Menjamin perasaan aman setiap pekerja.
Selanjutnya untuk dapat lebih memahami hubungan antara tuntutan tugas
sebagai penyebab terjadinya stress (stressor), kapasitas kerja dan
akibat yang ditimbulkan (strain)
Sumber:
http://www.infodiknas.com/definisi-dan-teori-pemberdayaan.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pemberian_dan_Perwakilan_Kuasa
http://www.slideshare.net/xxxzizaoxxx/konflik-dan-stress-kerja
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007.
Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi 7 (2). Jakarta: Erlangga
Kreitner, Robert, Angelo kinicki. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi . Terjemahan Erly Suandy. 2005. Jakarta: Salemba Empat
Robbins, Stephen P. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. 2002. Jakarta: PT Prenhallindo
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset
Suprihanto, John, TH. Agung M. Harsiwi, Prakoso Hadi. 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: STIE YKPN
Jumat, 01 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar